Minggu, 29 April 2012

MAKALAH GERAKAN-GERAKAN BERNUANSA FUNDAMENTALIS IKWANUL MUSLIMIN

MAKALAH
GERAKAN-GERAKAN BERNUANSA FUNDAMENTALIS
IKWANUL MUSLIMIN


D
I
S
U
S
U
N

 OLEH:
Rayhan Imam (08522022)



DR.M.ADIL
DOSEN PEMBIMBING:










JURUSAN  BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2009



GERAKAN-GERAKAN BERNUANSA FUNDAMENTALIS
IKWANUL MUSLIMIN

A.    Fundamentalis
            Istilah fundamentalise secara etimologi berasal dari kata fundamen yang berarti dasar. Sedangkan  secara terminologi, fundamentalisme adalah  aliran  pemikiran  keagamaan  ang cendrung menafsirkan  tek-teks keagamaan  secara rigid (kaku) dan literalis(tekstual)
Menurut  Muhammad Amin Al-Alim,pemikiran  fundamentalismev telah  hilang relevaaaaansinya, karena zaman  selalu berubah  dan problematika  semakin  kompleks. Perlu reinterpretasi terhadap teks-teksc keagamaan  dengan  mengedepankan ijtihad, membongkar teks-teks yang kakudaan mengutamakan  maslahah  maqoshid al syari’ah.

Berbeda dengan Muhammad amin  al-alim , Basam Tibi membidik aspek  lain dari fundamentalise. Menurutnya fundamentalisme merupakan sebuah gejala  idiologi  yang muncul sebagai respon atas problema –problem globalisasi ,fragmentasi  dan benturann peradapan . Dalam perkembangan  selanjutnya  agitasi fundamentalisme mengakibtkan kekacoan , bukan hanya di dunia islam melainkan seluruh dunia.

Dalam Alqur’an di terankan dengan sangat jelas bahwa :”tidak ada paksaan dalam agama”akan tetapi kaum fundamentalisme menampilkan agama  yang menakutkan ,bagi kehidupan plitik ,keamanaan dan stabilitas dunia. Hal ini karena fundamentalisme memiliki beberapa karakter umum danb karakter yang menjadi  flatfrom  gerakan kaum fundamentalisme.

a.      Diantara karakter umum adalah :
1.      Fundamentalisme  agama  mempunyai agenda politisi agama  yang agresif dan di lakukan  demi mencapai tujuan-tujuannya.
2.      Fundamentalisme baik islam atau yang lainnya ,merupakan bentuk superficial  dari terorisme atau ekstrim (Basam Tibi).

b.      Diantara  karakter yang menjadi flatfrom  diantaranya:
1.      Mereka  cendrung malakukan interprestasi literatur terhadap teks-teks suci agama. Menolak pemahaman  konteiktual atas  teks agama, karena pemahaman seperti in   diangap mereduksi kesucian agama.
2.      Menolak pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalisme,pluralisme merupakan  distori(pemutar baliakn) pemahan terhadap ajaran agama.
3.      Memonopoli kebenaran atas tafsir agama, kaum fundamentalis biasanya cendrung menggap  dirinya sebaigai pemegang otoritas  p4enafsiran agama  yang paling abash dan paling benar,sehingga cendrung menggap  sesat-sesat terhadap kelompok yang tiodak sealiran dengannya.
4.      Gerakan fundamentalisme mempunyai korelasinya dengan fanatisme,ekslusifisme,intoleran ,radikalisme dam militanisme.kaum fundamentalisme selalu  mengambil bentuk perlawanan terhadap ancaman yang di pandang membahayakan eksistensi agama.

B.     Sekilas Tentang Hasan Al Bana
Nama asli Hasan Al Banna adalah Hasan Ahmad Abdurrahman Al Banna. Beliau dilahirkan dokota Mahmudiyah propinsial-Buhoiroh tahun 1906 M. Hasan al Banna tumbuh dibawahasuhan orang tuanya yang mulia dan memiliki kesungguhan dalam menanamkan akhlak yang mulia serta sifat yang terpiji bagi putra-putrinya.
Ketika hamper mancapai usia hamper delapan (8) tahun, yang merupakan batas minimal untuk masuk sekolah, orang tua Hasan al Banna memasukkannya ke madrasah diniyyah ar-Rasyad. Di madrasah ini beliau menghfal separuh al-Qur’an dan banyak hadits-hadits Rasul Saw.
Ketika beliau  menginjak umur 12 tahun dan sudah menghafal separuh al-Qur’an, sekh Muhammad Zahran meninggalkan madrasah tempat hasan al Banna belajar. Karena tidak cocok dengan pengganti Muhammad Zahran ahirnya hasan al Banna ingin pindah ke Madrasah I’dadiyah, tetapi keinginannya ini di tentang oleh ayahnya kerana beliau belum selesai menghafal al-Quran Sedangkan keinginan ayahnya yang terbesar adalah agar beliau menghafal al-Qur’an. Akhirnya disepakatilah Hasan al Banna menghafal al-Qur’an dirumah dan bersekolah di madrasah I’dadiyah pada jam sekolah yang ditetapkan.
Setelah itu beliau melanjutkan sekolah tinggi Darul Ulum pada tahun 1923 M dan lulus pada yahun 1927 M dengan predikat terbaik pertama (Muhammad Abdul Halim Hamid,2003:3). Lalu Belaiu bekerja sebagai guru yang berpindah-pindah dari satu daerah kedaerah lain, untuk mengenal berbagai penduduk dan menyelami tradisi serta watak mereka. Kemudian beliau menjadi guru tetap di Isma’iliyyah.
Hasan al Banna adalah seorang orator ulung yang sangat piawai. Ia menggunakan gaya nasehat dan wejangan dalam berceramah. Ia juga sosok figur harakah yang sangat di segani kawan maupun lawan, danya dalam mencari ridlo Allah ta’ala dan jihad li’ilai kalimatillah.

C.    Awal  Mula Berdirinya Organisasi Ikhwanul Muslimin
            Organisasi  pergerakan islam  yang didirikan  oleh Hasan Al Bana (1906-1949; tokoh pergerakan  dan pembaharuan  mesir) di mesir pada tahun 1928 bernama ikhwanul muslimin ,di singkat ikhwan.
Semuala  ikhwan  adalah sebuah gerakan dakwah yang di tunjukan dilapisan masarakat paling bawah dengan sebagain besar  pendukung yang terdiri  dari kaum buruh  diterusan suez. Setelah menyaksiakn penderitaan masyarakat buruh  yang tak berujung Hasan al Bana kemudian mengubahnya gerakan politik
            Pada fase awal,  kegiatan politik ikhwanul  masih bergerak di bawah tanah dan bersifat  rahasia. Pandangan politiknya di salurkan melalui masjid. Ikhwan mencari  pendukung dan merintis  untuk mendirikan  cabang secara rahasia malalui masjiod . dengan cara ini ikhwan  cepat berkembang . empat  tahun  kemudian ikhwan  telah mempunyai  cabang hamper di seluruh daerah aliran suez. Dikwasan itu ikhwan muali  mendirikan masjid,sekolah ,dan pusat pengajian ,serta membina  industri rumah tangga.Cabang ikhwan cepat terbentuk  di kota lain. Pada tahun 1940 telah terbentuk  500 cabang ,selanjutnya pada tahun  1949 menjadi 2.000 cabang  dengan sekitar setengah jua anggota aktif. Untuk menjalin komunikasi  ikhwan menerbitkan majalah, yaitu ikhwanul muslimin,an Nazir dan at ta’aruf.
            Ikhwan menyelengarkan muktamarnya berturut-turut  pada tahun 1933,1936 dan 1939. muktamar yang 1939 dan juga ultahnya yang ke sepulu, oleh ikhwan dimanfaatkan untuk menampakkan diri sebagaiorganisasi politik. Sejak itulah gerakan politik ikhwan semakin disegani serta berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat dan Negara Mesir.

D.    Tujuan, Karakteristik Dan Perjuangan Ikhwanul Muslimin
1.                  Tujuan
Islam mengharuskan kaum muslimin mewujudkan tujuan-tujuannya dengan berjuang dan berkorban baik harta maupun nyawa.
Ikhwanul Muslimin dalam menentukan tujuan-tujuannya tidaklah mereka-reka, baik tujuan yang berkaitan dengan individu, keluarga, pekerjaan, politik dan lain-lain.
Ikhwanul Muslimin memiliki dua tujuan pokok, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Hasan Al Banna :
2.      Membebaskan Negara islam dari kekuasaan Negara asing. Ini merupakan hak asasi bagi setiam manusia yang tidak diingkari kecuali oleh mereka yang dzolim, kejam dan tirani.

3.      Menegakkan di atas tanah air ini Negara islam yang merdeka, yang memberlakukan hukm-hukum islam, menegakkan undang-ungang sosialnya, memproklamirkan prinsip-prinsip dan nilainya dan menyampaikan dakwah islam dengan bijaksana kepada seluruh umat manusia. Selama Negara ini belum tegak meka umat islam berdosa dan bertanggung jawab di hadapan Allah atas kealfaan mereka untuk itu (majalah saksi, 2003 :52)

3.      Karakteristik
Sebagai organisasi yang besar, Ikhwanul Muslimin tentunya mempunyai karakteristik yang has, hingga membedakannya dengan organisasi-organisasi kontemporer lainnya. Hasan al Banna menyebutkan beberapa karakteristik ikhwanul muslimin sebagai berikut :
1.      Gerakan Ikhwan adalah gerakan Robbaniyyah(ketuhanan). Sebab, asas yang menjadi poros sasarannya adalah mendekatkan manusia  kepada robnya.
2.      Gerakan Ikhwan bersifat ‘Amaliyah  (internasional) sebab, arah gerakan ditujukan kepada seluruh umat manusia. Umat manusia pada dasarnya harus bersaudara.
3.      Gerakan Ikhwan bersifat islam.isebab, orientasi dan nisbatnya hanya terhadap islam.

Di samping karakteristik yang tersebut di atas, Ikwanul Muslimin juga mempunyai beberapa karakteristik dakwah. Di antara karakteristik itu adalah :
1.      Menjauhi titik-titik khilafiyah
2.      Menjauhi dominasi tokoh dan pembesar
3.      Menjauhi fanatisme partai-partai dan golongan-golongan
4.      Memperhatikan masalah takwin (pembentukan kepribadian) dan tadarruj (bertahan) dalam langkahnya.
5.      Mengutamakan sisi amaliyah yang produktif diatas seruan-seruan dan propaganda-propaganda kosong
6.      Sangat menaruh perhatian kepada pemuda dan
7.      Cepat berkembang di pedesaan dan perkotaan.

Lebih luas Hasan al Banna berkata : “Ikhwanul Muslimin adalah” :


1.      Dakwah salafiyah
2.      Thariqah sunniah
3.      Haqikat sufiah
4.      Lembaga politik
5.      Perkumulan olahraga
6.      Ikatan ilmu dan budaya
7.      Serikat ekonomi
8.      Ide social



Dengan demikian bahwa gerakan Ikhwanul Muslimin mempunyai karakteristik yang dinamis, idealis dan mencakup semua aspekperbaikan. Sehingga ia mempunyai keunggulan dari organisasi-organisasi lainnya. Keunggulan tersebut terletak pada misi Ikhwanul Muslimin dalam pembahasan agama, menghilangkansyubhat-syubhat yang melingkupinyadan menyuguhkannya secara utuh dan sempurna kepada ummat manusiasebagaimana yang di bawaRasulullah Saw.
Atas dasar inilah dakwah ikhwanul Muslimin tidak terbatas pada aspek tertentu dari agama islam, tetapi mencakup semua aspek islamyang mendatangkan kebaikan bagi umat manusia.
Kita dapat melihat bagaimana ikhwanul Muslimin dengan rapi telah memadukan aspek spiritual dengan aspek fisik, aspekekonomidengan aspek politik, memberikan perhatian kepada kaum wanita sebagaimana perhatiannya terhadap kaum laki-laki dan mengarahkan perhatian kpada jihad di jalan Allah.
Jihat merupakan puncak perhatian tertinggi bagi Ikhwanul muslimin, sehingga ini menjadikannya unggul dari organisasi-organisasi lain. Ikhanul muslimin menyadari bahwa jihat adalah kewajiban yang terus berlanjut hingga hari kiamat, sementara kita lihat para penjajah berusaha untuk mematikannya dalam jiwa kaum muslimin. Oleh karena itu, Ikhwanul Muslimin memandang sngat mendesak untuk menghidupkan kewajiban jihat ini dalam jiwa kaum muslimin.


Daftar pustaka

Riset Redaksi, Fundamentalisme Islam Timur Tengah, Afkar, Edisi No 13, 2002
Tp, Ensiklopedi Islam, Jilid 3, PT Ichtiar Baru VAN HOEVE, Jakarta, tt,
Febrianto, Model Pembinaan Keagamaan Dalam Perspektif Ikhwanul Muslinim, Skripsi S1, Jur PAI, IAIN RF. 2004

makalah “IHTISAN ABU HANIFAH”


“IHTISAN ABU HANIFAH”




DISUSUN OLEH:
Rayhan Imam                Imam Muchani
   NIM : 2110203132       NIM : 2110202137

MATA KULIAH : USHUL FIQH
DOSEN PEMBIMBING : DR. IDZOMIDDIN, MA
PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI REDEN FATAH
PALEMBANG
2011 
ABU HANIFAH ANNU’MAN

a.    Kedudukan Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah salah seorang imam yang ke empat dalam Islam. Ia lahir dan meninggal lebih dahulu dari Imam lainnya. Imam Abu Hanifah seorang yang berjiwa besar dalam arti kata seorang yang berhasil dalam hidupnya,dia seorang yang bijak dalam ilmu pengetahuan tepat dalam memberikan suatu keputusan bagi suatu masalah atau peristiwa yang dihadapi. Karena ia seorang yang berakhlak atau berbudi pekerti yang luhur,ia dapat menggalang hubungan yang erat dengan pejabat pemerintah,ia mendapat tempat yang baik dalam masyarakat pada masa itu,sehingga beliau telah berhasil menyandang jabatan yang tertinggi, yaitu imam besar (Al Imam Al-‘Adham) atau ketua Agung.(Dr Ahmad Asy-syurbasi,1991:12).

b.    Tahun kelahiran Abu Hanifah
 Abu Hanifah dilahirkan pada tahun 80 Hijriah bersamaan (659 masehi). Sebagian para ahli sejarah mengatakan bahwa ia dilahirkan pada tahun 61 hijriah ; pendapat ini sangat tidak berdasar,karena yang sebenarnya ialah pada tahun 80 hijriah (659 M) menurut pendapat yang pertama.(Dr Ahmad Asy-syurbasi,1991:14).

c.    kehidupan Abu Hanifah
 Abu Hanifah hidup di zaman pemerintahan kerajaan Umawiyyah dan pemerintahan Abbasiyyah. Ia lahir di sebuah desa diwilayah pemerintahan Abdullah bin Marwan dan beliau meninggal dunia pada masa khalifah Abu Ja’far Al-Mansur. Abu Hanifah dilahirkan pada tahun 80 Hijriah bersamaan (659 Masehi). Sebagian para ahli mengatakan bahwa ia dilahirkan pada tahun 61 Hijriah.
 Nama asli Abu Hanifah ialah Annu’man dan keturunan beliau selanjutnya adalah Tsabit, Zuta, Maah, Muli-Taimullah dan akhirnya Ta’labah, ahli sejarah berpendapat bahwa Abu Hanifah berasal dari Bangsa Arab suku (Bani) Yahya bin Asad dan ada pula yang mengatakan ia keturunan Ibnu Rusyd Al-Ansari. Pendapat tersebut di atas tidak benar yang benar ialah beliau adalah keturunan dari bangsa Persia. Sebagai buktinya keturunan beliau adalah Annu’man, Tsabit, Nu’man, Al-Mazruban. Ayah Abu Hanifah dilahirkan dalam Islam. Ada beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa Ayah Abu Hanifah berasal dari Anbar dan ia pernah tinggal di Tarmuz dan Nisa. Ayah Abu Hanifah seorang pedagang beliau satu keturunan dengan ayah saudara Rasulullah. Abu Hanifah tinggal di kota Kufah di Irak. Kota ini terkenal sebagi kota yang dapat menerima perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Mula-mula beliau belajar sastra bahasa Arab,kemudian ia beljar ilmu fiqih.(Dr Ahmad Asy-syurbasi,1991:13).

d.   Sifat dan pribadi Abu Hanifah
 Abu Hanifah adalah orang yang bentuk tubuh badannya sederhana, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Warna kulitnya hitam dan kemerahan. Beliau adalah sebaik-baik manusia dalam tutur katanya, bentuk badannya bagus dan pakaiannya selalu berbau harum sehingga beliau dikenal dengan wanginyadekala beliau keluar dari rumahnya. Beliau sangat gemar kepada wangi-wangian yang harum dan pemurah. Sehingga ada diantara pakaiannya yang berharga 30 dinar. Ia sangat senang menjaga pakaiannya sehingga Abu Yusuf pernah menceritakannya: ia sangat menjaga kebersihan pakaiannya sehingga tidak nampak sedikit pun kusut dan kotor.  Oleh karena itu Abu Hanifah sangat menyukai serta menjaga kedudukan dan pakaian. Beliau juga memberikan rangsangan kepada orang-orang lain supaya mengikutinya.
 Pada suatu hari disuatu majelisperkumpulan, ada diantara para hadirin yang berpakaian tidak senonoh lalu beliau meminta orang itu menemuinya diluar majelis dan beliau menghadiahkan kepadanya sebanyak seribu dirham untuk membeli pakaian. Orang itu berkata kepadanya : aku adalah seorang kaya dan aku tidak mempunyai keinginan dari barang pemberian.
Abu Hanifah menjawab :
Apakah kamu tidak pernah mendengar hadist Rasulullah yang berbunyi:
Artinya : Bahwa Allah suka melihat kesan, nikmat yang diberikan kepada hamba-hambanya oleh karena itu hendaklah kamu mengubah kedudukanmu supaya orang lain tidak jemu kepadamu.
Ini adalah diantara sifat-sifat lahir, tentang pribadi dan jiwa Abu Hanifah adalah seorang bijaksana dan pandai. Dengan kebijakan akal pikiran beliau dapat membuatkan kesimpulan-kesimpulan hukum dan bermusyawarah dengan baik yang dapat menghilangkan kekeliruan. (Ahmad Asy-syurbasi.1991:54)

e.    Keistimewaan Abu Hanifah
 Hanifah yang mempunyai wawasan yang luas tentang keislaman, sehingga beliau dijuluki sebagai seorang Mujtahid besar (imamul a’zdam), walaupun sebagai seorang Mujtahid beliau juga mempunyai usaha berdagang untuk mencukupikebutuhan hidup keluarganya, karena beliau mempunyai prinsip hidup diatas kemempuan sendiri tanpa harus memberatkan orang lain.
 Prinsip hidup yang dimiliki Abu Hanifah membuat beliau kerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, dan juga untuk memikirkan kepentingan fakir miskin  dan orang lain yang membutuhkan uluran tangannya.meskipun sehari-harinya beliau bekerja sebagai pedagang, namun beliau tetap hidup dalam kehidupan sufi dengan zuhud. Wara dan Ta’at menjalankan ibadah secara terus-menerus siang dan malam. Prinsip hidup yang dimiliki oleh Abu Hanifah membuat dirinya selalu hidup dalam keserhanaan dan bertawakkal termasuk dalam hal kehidupan duniawi. Dalam duniawi beliau selalu menjaga kesucian hati dan badan dari segala macam dosa. Termasuk diantaranya beliau pernah menolak jabatan yang diberikan penguasa kepada dirinya. Beliau juga pernah menolak pemberian dari Abu Ja’far Al Manshur berupa uang sejumlah 10.000 dirham.

f.     Karya-karya Abu Hanifah
 Sebagai seorang sufi, Abu Hanifah banyak meninggalkan karyanya yang dapat diwarisi oleh generasi penerusnya, diantara karya-karya adalah:
ü  Kitab Al Fiqhul Akbar
ü  Kitab Ar Risalah
ü  Kitab Al alim Wal Muttalim.(ust. Labib,Mz,1998:19).

g.    Asal Usul Mazhab Abu Hanifah
 Mazhab Abu Hanifah sebagai gambaran yang jelas dan nyata tentang samaan hukum-hukum fiqih dalam Islam dengan pandangan-pandangan masyarakat desemua lapangan kehidupan. Karena Abu Hanifah mendasarkan Mazhabnya dengan dasar pada Al-Quran, Hadits, Al-Imja’, Al-Qiyas dan Al-Istihsan. Karen aitu sangat luas bidang beliau untuk berijtihad dan membuat Imam Abu Hanifah berkata, “Aku memberikan hukum berdasarkan  Al-Quran apabila tidak saya jumpai dalam Al-Quran, maka aku gunakan hadits Rasulullah dan jika tidak ada dalam keduanya (Al-Quran dan Al-hadits) aku dasarkan pada pendapat para sahabat-sahabatnya. Aku (berpegang) kepada pendapat siapa saja dari para sahabat dan aku tinggalkan apa saja yang tidak aku sukai dan tetap berpegang kepada satu pendapat saja.
 Telah kita uraikan sedikit tentang pemikiran-pemikiran dan tujuan mazab Abu Hanifah. Kita dapati bahwa beliau berdasarkan kepada beberapa dasar atau kaidah yang telah lepas dan juga akan kita sebutkan selanjutnya antara lain ialah: Kemudahan dalam beribadah dan pekerjaan sehari-hari.
Contoh-contohnya kemudahan dalam beribadah ialah: hukum mencuci kain atau baju yang terkena najis. Abu Hanifah mengharusakan mencucinya dengan air mawar, cuka dan sebagainya. Asalnya air itu cair, dan tidak hanya tertentu kepada air saja. Contoh yang kedua  ialah; hukum menghadap kiblat, ketika dimalam yang gelap atau di masa-masa yang syusah hendak menentukan arah ke kiblat. Hukumnya sah sholatnya sekali pun didapati ia tidak mernghadap ke kiblat, tetapi dengan syarat dia sudah berusaha  mencari arah kiblat. Banyak lagi contoh-contoh kemudahan hukum-hukum yang berhubungan dengan amal ibadah dalam mazhab Abu hanifah. Menjaga  hak-hak pakir miskin contohnya ; wajib zakat paikaian, emas dan perak, dan tidak diwajibkan zakat pada orang yang berhutang. Mengakui peradaban hidup manusia,. Contohnya ialah, pengakuan keislaman anak-anak yang belum ‘akil” sebagai seorang islam yang sempurna, sama seperti orang dewasa juga. Contohnya yang pula,bagi orang yang menerima wasiat untuk menjaga harta anak yatimmenjalankan perniagaan dengan harta anak yatim tersebut.
 Menjaga kehormatan dan perikemanusiaan, contohnya, bagi anak-anak perempuan yang sudah sampai umur untuk mencari pasangan hidup tidak dibenarkan ada paksaan wali. Perkawinan secara paksaan anak perempuan tidak sah jika ia menolak.Memberi kuasa penuh kepada kerajaan, pemimpin-pemimpin negara contohnya, kerajaan atau pembesar berhak mengendalikan kekayaan negara seperti tanah dan sebagainya untuk kepentingan umum.
 Hubungannya kepada asas kemudahan dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, maka Abu hanifah berhak menyandang gelar rois ahli pikir (Imam Ahlu-Ra’yi) dalam islam. Abu hanifah pernah berijtihad dan menggunakan qiyas jika tidak di dapati dalam nas-nas yang terang dari Al-Quran atau hadits-hadits Rasulullah. Kadang Abu hanifah menyimpang hukum dari hadits Rasulullah, hukumyang ini tidak dpat di ikuti oleh orang-orang lain, ini bukan berarti beliau mengada-ada atau membuat-buat, ini adalah menurut pahamnya ta’wilannya juga kesimpulannya. Maka orang yang kurang kurang berpikir dan kurang ilmu pengetahuannya mengatakan Abu hanifah menyimpang As-sunnah atau hadits-hadits padahal beliau masih menggunakan hadits. Bermacam-macam tuduhan yang telah dilancarkan terhadap Abu Hanifah dari segi penggunaan hadits Rasulullah, tetapi yang sebenarnya karena beliau telampau cermat dan halus dalam menerima sesuatu hadits dan beliau menentukan beberapa syarat untuk membenarkan suatu hadits.
 Pada masa Abu Hanifah terdapat banyak orang-orang yang tidak mempercayai Rasulullah oleh sebab itu banyak hadits-hadits yang dibuat-buat dan dirujukkan hadist itu kepada Rasulullah maka banyaklah fitnah dan perpecahan-perpecahan di antara orang-orang dimasa itu. Walaupun Abu Hanifah seorang yang luas pikiran dan banyakn ilmu, tetapi beliau sangat merendah diri, beliau tidak terpedaya pikirannya sendiri dan beliau pernah berkata : “bahwa pendapat  kami adalah salah satu dari pendapat dan jika didapati pendapat lain yang lebih dan tepat maka pendapat itulah yang lebih benar dan utama.,
Abu Hanifah kadanglah berbicara kasar dan keras dan kurang menghormati lawannya, yaitu  jika beliau mengetahui pribadi lawa bicaranya. Hal ini kita dapati dalam suatu percakapan yang hangat antara beliau dan Jiham bin Sapuan. Abu hanifah berkata kepada Jiham: “bercakap-cakap denganmu adalah suatu perkara yang memalukan dan bermusyawarah denganmu seolah-olah masuk kedalam api neraka yang membakar”. Tujuan beliau bercakap-cakap dengan kasar dan panas ialah untuk mendidik dan mencela sikap Jihan Sapuan.(Dr Ahmad Asy-syurbasi,1991:19).

h. Kedudukan mazhab Abu Hanifah
 Mazhab Abu Hanifah merupakan salah satu dari mazhab empat dalam islam. Ada beberapa macam pendapat dari orang-orang islam tentang kedudukan mazhab ini. Sebagian dari mereka berpendapat dan menganggap bahwa mazhab Abu Hanifah ialah mazhab yang baru serta lain dari mazhab-mazhab yang lain.
 Ada sebagian pula dari orang yang merendahkan mazhab Abu Hanifah dengan ucapannya bahwa Abu Hanifah belum sampai kepada taraf atau pangkat berijtihad tentang hukum bahkan beliau hanya sebagai pengikut pada orang-orang lain saja.
 Secara sadar, bahwa Abu Hanifah hidup dan besar di negara Irak. Di Irak beliau menemui banyak perkembangan ilmu fiqih, beliau menerima pelajaran fiqih dan mengembangkannya seta memberi tambahan kepada ilmu fiqih. Beliau menerima pendapat gurunya dan juga memberi tambahan. Wlaupun beliau masih mengikuti orang-orang lain pada sebagian pendapat tetapi beliau telah kembali kepada asal mazhabnya, dan tidak syak beliau terkenal sampai pada derajat atau taraf ijtihad, dan pemimpin dalam ilmu  fiqih. Pendapat para orientalis seperti juimble berasal dari bangsa Inggris  bahwa Abu Hanifah dalam mengkaji kaidah pelajaran fiqih berdasarkan pada qiyas dan ini adalah suatu cara untuk mendapatkan hukum-hukum agama dalam islam. Edward Sakhau dan Gold Tasihar mengakuin bahwa pendapat Abu Hanifah danberkata, bahwa Abu Hanifah ialah pemimpin para ahli pikir dan beliau telah mengkaji kaidah ilmu fiqih dengan sempurna dan di zaman Abu Hanifah lahir satu pengenalan cara atau sistem  ilmu fiqih islam yang berdasarkan pda ilmu qiyas.
 Abu Hanifah datang dari keluarga para pedagang, maka ia juga menekuni perdagangan sutra untuk membiayai kehidupannya. Ia menjadi sangat terkenal karena kehjujuran dan kesetiaannya. Barang-barangnya sangat populer di irak, suriah, persia dan arabia.imam abu hanifah adalah seorang cendekiawan didalam pengertian yang riil. Ia secara penuh mengabdikan dirinya untuk belajar. Ia tidak punya nafsu untuk menduduki kekuasaan.ia berpikir bahwa dengan menerima posisi kekuasaan, ia tidak dapat mengabdikan perhatian secara sepenuhnya untuk pembelajaran.(Muhammad Iqbal,2006:118 & 121)
 Abu Hanifah seorang yang bijaksana dalam berpikir, tidak cukup dengan mengkaji hukum fiqih dalam masalah-masalah yang telah berjalan begitu saja atau akan berlaku dan tidak pula dengan hukum-hukum yang sudah kuat dasarnya tetapi beliau di samping itu juga memikirkan maslah-masalah fiqih dengan kajian-kajian hukum yang boleh diterima akal atau yang akan berlaku pada masa yang akan datang dengan semua itu beliau banyak mebuat kajian tentang hukum yang akan terjadi dan mengambil kesimpulan hukum dengan sewajarnya. Beliau berkata, “kami berusaha sebelum datang permasalahan, apabila terjadi dengan senang hati kami atasi dan tidak  syak lagi bahwa kajian-kajian hukum untuk masa datang dianggap sebagai satu perbendaharaan dalam hukum fiqih”.
 Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa suasana kehidupan di Irak dipenuhi dengan bermacam-macam mazhab, mendapat, dan hidup kemewahan, maka tidaklah menjadi heran sekiranya lahir satu gagasan yang menyatukan hidup modern dan nas-nas agama. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan timbulnya satu cara untuk mencari jalan agar mengemukakan di antara apa yang sedang terjadi dalam masyarakat dan nas-nas hukum agama.
Pelajaran yang menyatukan di antara dua perkara tersebut lahir di kalangan ulama kufah juga di sekolah (madrasah) Abu Hanifah. Ada orang yang berpendapat, bahwa sebab pertama yang mencetuskan pelajaran tersebut ialah karena sebagian dari para ulama Irak banyak yang mengadakan hubungan dengan pemimpin-pemimpin negeri dan para sultan. Dan sebab kedua ialah keinginan pemimpin-pemimpin dan raja-raja ingin mendapatkan persetujuan dari ulama-ulama dalam masalah yang sedang berlaku di dalam  negeri. Orang yang mula-mula sekali mengadakan pelajaran seperti ini ialah Abu Yusuf sahabat Abu Hanifah yang pernah menjadi kadli pada pelajaran mencari helah kepada sesuatu hukum itu kadang-kadang mengalami kejanggalan untuk sampai kepada perkara yang di tengah, dan kadangkala di anjurkan untuk sampai kepada satu perkara yang diwajibkan dan benar ataupun dalam menolak kezaliman dengan jalan yang tidak ada nas-nas asal bagi tujuan diatas.
 Sebenarnya Abu Hanifah tidak pernah menulis sebuah kitab dalam masalah pelajaran ini, kalau ada kitab-kitab pelajaran ini hanya ditulis oleh murid-muridnya, seperti Muhammad bin Al-Hasan. Walaupun bagaimana pemasukan bab helah ke dalam sesuatu hukum adalah satu penyelewenggan yang sangat berbahaya. Manusia harus terselamat pada kali yang pertama tetapi ia tidak akan selamat di waktu-waktu yang lain.(Dr Ahmad Asy-syurbasi,1991:33).

i. Kecenderungan Kepada Politik
 Abu Hanifah hidup pada zaman pemerintahan Al-Muawiyyah dan juga pada masa pemerintahan kerajaan Abbasiyyah tetapi beliau mendukung ide-ide Alawiyyin dan tidak setuju dengan ide Umayyah. Beliau keluar dari puak-puak Umayyah tetapi beliau enggan karena oleh beberapa sebab yang tidak dapat dihindarkan.
 Pada masa pemerintahan Umayyah salah seorang dari pembesar kerajaan Umayyah yaitu Yazid bin Umar bin Hubairah meminta Abu Hanifah agar mau menjadi hakim (kadli) di kota kufah. Beliau menolak permintaan tersebut dengan alasan tidak setuju kepada tata cara Umayyah.Yazid minta denda pada Abu Hanifah dengan seratus sepuluh rotan, pada tiap-tiap hari dipukul sebanyak sepuluh rotan. Abu Hanifah dengan tegas tidak mau menerima tindakannya tidak beberapa lama Yazid membebaskannya.
 Menurut setengah dari ahli sejarah bahwa Yazid tidak menyuruh Abu Hanifah menjadi hakim tetapi untuk menjaga Baitul-Mal. Walaupun Abu Hanifah telah dibebaskan tetapi hidupnya tidak bebas dari pengawasan Umayyah. Beliau terus berpindah ke Mekah. Beliau tinggal di serambi Kabah. Beliau tinggal di Mekah kurang lebih selama enam tahun. Sewaktu di Mekah beliau belajar ilmu fiqih dan hadits dan beliau bertemu dengan beberapa orang muridnya.
 Di masa pemerintahan Abbasiyyah yang pertama Khalifah Abu Jaafar Al-Mansur telah sadar dna tahu bahwa Abu Hanifah tidak  sependapat dengan pemerintahannya. Beliau selalu mengawasi Abu Hanifah karena beliau hendak mengetahui maksud Abu Hanifah. Abu Hanifah sangat tegas pendapatnya. Beliau dari satu masa ke masa tetap mempertahankan pendapatnya. Kadangkala beliau membuat komen-komen dengan secara tidak langsung dalam majlis pelajaran.
Kadangkala beliau mengkritik pemerintah. Semua tindak tanduk Abu Hanifah menusuk dada Al-Mansyur. Al-Mansyur mencari kesempatan untuk menahan Abu Hanifah. Beliau akhirnya menangkap Abu Hanifah pada waktu Abu Hanifah berada di Baghdad.
Cerita penangkapan Abu Hanifah adalah sebagai berikut:
Abu Ja’far meminta Abu Hanifah menjadi kadli beliau menolak. Al-Mansyur bersumpah supaya Abu Hanifah menerima, tetapi Abu Hanifah bersumpah tidak mau menerimanya !  Pada waktu itu Al-Rabi’i berada di situ, beliau berkata kepada Abu Hanifah, “Tidakkah engkau pikir bahwa Amirul-Mu’minin bersumpah?” Abu Hanifah menjawab, katanya bahwa Amirul-Mu’minin hendaklah membayar kifarat sumpahnya dan tentu beliau lebih berkuasa dariku !” Abu Hanifah tetap menolak, lalu Amirul Mu’minin menahannya untuk beberapa hari. Tidak lama kemudian beliau memanggil Abu Hanifah menghadapnya, beliau sekali lagi, supaya beliau (Abu Hanifah) menjadi kadli. Abu Hanifah menjawab, “akuh tidak pantas menjadi kadli”. Al-Mansyur berkata kepada Abu Hanifah, “Engkau berkata bohong”. Abu Hanifah terus berkata, “Amirul-Mu’minin telah menghukumkan saya seorang yang tidak harus menjadi kadli, karena beliau telah menuduh saya berbohong. Jika aku seorang pendusta tentulah tidak pantas (karena pendusta itu tidak baik menjadi kadli) dan jika aku seorang yang benar sesungguhnya aku telah memberitahu Amirul-Mu’minin bahwa aku tidak pantas atau sesuai menjadi kadli”.
 Demikianlah jawaban Abu Hanifah terhadap apa yang diucapkan oleh Al-Mansyur sehingga beliau tidak dapat menjawab, beliau terus menahan Abu Hanifah. Sewaktu dalam tahanan beliau mengeluarkan Abu Hanifah beberapa kali serta membuat perjanjian-perjanjian, beliau (Abu Hanifah) berkata kepada Amirul-Mu’minin, “Hai mansyur, takutlah kepada Allah, jangan engkau melantik melainkan orang yang takut kepada Allah. Demi Allah jiwaku tidak tentram di kala aku menerima dan bagaimana pula aku hendak menjadi tentram ketika aku sedang marah ?”
 Ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa beliau meninggal dunia dalam penjara, dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa beliau menjadi kadli dalam masa dua hari atau tiga, kemudian beliau jatuh sakit, akhirnya meninggal dunia. Abu Hanifah berpendapat bahwa ‘Al-Khilafah’ tidak harus turun temurun dan tidak juga dengan wasiat. Dan tidak pula dengan paksaan. Tetapi hendaklah dengan membuat perjanjian yang bebas, lantaran itu beliau berkata, “Al-Khilafah hendaklah disetujui oleh semua orang mukmin juga dengan  melalui musyawarah”.( Ahmad Asy-syurbasi. 1991:35).

j. Wafatnya Abu Hanifah
 Abu Hanifah sebagai seorang sufi yang selama hidupnya hampir tidak pernah memberatkan kepada orang lain dan beliau selalu mengisi hidupnya dengan selalu beribadah kepada Allah dan beliau meninggal pada tahun 150H.(Ust.labib,Mz,1998:21).

B. Ikhtisan Abu Hanifah
 Istihsan dari segi istilah pula dapat di bagi kepada beberapa pandangan. (Hassan Ahmad. 1998:300)
Menurut Mazhab Hanafi terdapat dua pengertian yaitu :
1.    Qiyas yang tersembunyi illahnya kerana halusnya atau jauhnya dari ingatan hati lagi berlaku didalam keadaan menentang Qiyas yang jelas illahnya kerana bersegeranya kepada ingatan hati pada peringkat permulaan.
2.    Dikecualikan masalah sempurna daripada konsep menyeluruh atau kaedah
umum kerana ada dalil khusus yang mengkehendaki pengecualian itu sama
ada dalil khusus itu terdiri daripada nas atau keadaan yang memaks
a(darurat)       atau urf atau kepentingan (maslahat) atau lainnya. (Hassan Ahmad 1998:299)

Menurut Mazhab Hanafi :
 Berpaling didalam menghukum sesuatu masalah daripada masalah-masalah yang sebanding dengannya kerana ada dalil yang khusus terdiri dari Al-Quran atau Sunnah.(Hassan Ahmad 1998:303)

C SEJARAH  PERKEMBANGAN SUMBER ISTIHSAN
 Sebelum Abu Hanifah menggunakan istilah istihsan, ulama-ulama sebelumnya telah menggunakan istilah ini. Iyas ibn Mu’awiyah seorang hakim dalam pemerintahan. Umaiyah pernah berkata: tidaklah saya menemukan qadhi, melainkan apa yang dipandang baik manusia”. Abdul Wahhab Khallaf,1984) Sesudah Abu Hanifah menjadi seorang mujtahid dan ahli falsafah dalam bidang hukum, istilah istihsan sering digunakan sehingga penggunaannya hampir sama dengan qiyas. Umpamanya Abu Hanifah berkata:  “qiyas memutuskan begini, sedang istihsan memutuskan begitu. Kami mengambil istihsan. Qiyas memutuskan begini, akan tetapi kami beristisan, andaikata tidak ada riwayat tentulah saya menggunakan qiyas. Kami menetapkan demikian dengan jalan istihsan, tidak bersesuaian dengan qiyas”.(Abdul Wahhab Khallaf,1984)
 Imam Abu Hanifah terkenal sebagai seorang ahli hukum yang amat pandai menggunakan sumber istihsan dan banyak merujuk masalah-masalah berdasarkan sumber istihsan. Imam Abu Hanifah hampir-hampir digelar ‘imam Istihsan’ sebagaimana beliau digelar imam ahlul ra’yi.
 Muhammad Ibnul Hasan, salah seorang murid Imam Abu Hanifah telah berkata:
“adalah Abu Hanifah telah berdiskusi dengan sahabat-sahabatnya tentang qiyas. Mereka dapat membantahnya. Tetapi apabila Abu Hanifah mengatakan: saya beristihsan, tidak ada lagi orang yang menandinginya kerana banyak dalil-dalil yang dikemukakan tentang istihsan dalam pelbagai masalah”.(Dr Abdul Wahhab Khallaf,1984)

Kemudian murid-muridnya yang mencapai darjat ijtihad mengikut jejak Abu Hanifah. Maka telah timbul banyak masalah berdasarkan istihsan sehingga mereka memberi pengertian bahawa istihsan itu merupakan satu dalil hukum dan para mujtahid harus mengetahuinya.Muhammad Ibnul Hasan berpendapat bahawa mengetahui masalah-masalah istihsan adalah syarat untuk berijtihad.

Muhammad Ibnul Hasan berkata:
“mengetahui masalah-masalah istihsan menurut para fuqaha adalah salah satu syarat ijtihad, sama dengan mengetahui dalil-dalil yang lain”.

Imam Abu Hanifah sendiri berkata:
“barang siapa mengetahui Al-kitab dan As-sunnah, pendapat para sahabat Rasulullah dan apa yang diistihsankan oleh para para fuqaha, dapatlah dia berijtihad terhadap hal-hal yang dihadapinya dan dia menjalankan yang demikian itu terhadap solatnya, puasanya, hajinya dan segala yang disuruh dan yang dilarang. Maka apabila dia berijtihad dan berqiyas kepada yang menyerupainya dapatlah dia beramal dengan yang demikian walaupun dia salah dalam ijtihadnya”.( Abdul Wahhab Khallaf,1984)
 Abu Hanifah sendiri tidak menegaskan definisi istihsan itu, dari pendapatnya, istihsan digunakan sebagai dalil-dalil hukum yang digunakan untuk menentang qiyas dan menguatkan istihsan itu bila ia bertentangan dengan qiyas. Maksud istihsan adalah tidak terang, terkecuali pada beberapa masalah yang merupakan hadis atau athar.
Beliau sering berkata:
 “Andaikata tidak ada athar, tentulah saya berpegang pada qiyas. Andaikata tidak ada riwayat, tentulah saya berpegang pada qiyas.”
 Tidak boleh dikatakan bahawa Abu Hanifah, Malik, dan sahabat-sahabat beristihsan tanpa menggunakan dalil-dalil yang syarak, tetapi sebenarnya mereka tidak menerangkan dalil-dalil yang telah mereka maksudkan, dan yang sebenarnya mereka kehendaki dengan pendapat itu.Hal ini tidaklah begitu menghairankan, kerana masa itu belum lagi terjadi masa pentakrifan istilah-istilah baru.Masa itu adalah masa ijtihad dan mereka itu diakui oleh masyarakat sebagai ahli-ahli ijtihad.Imam Syafie menyerang dengan amat tajam bila beliau mendengar pengikut-pengikut Imam Abu Hanifah menggunakan istihsan ketika berdiskusi dengan beliau tanpa menerangkan maksud istilah itu.
 Mungkin pendebat-pendebat Imam Abu Hanifah menggunakan istilah istihsan tanpa mengetahui sesuatu dalil kerana mereka bertaklid kepada imam-imam mereka.Apabila Imam Syafie bertanya kepada mereka tentang hakikat istihsan, mereka tidak dapat menjawabnya.Imam Syafie membantah orang-orang yang sering menggunakan kata-kata ijmak untuk dijadikan dalil mereka tanpa mereka menyebut dasar pegangan mereka itu. Pendapat-pendapat Imam Syafie, baik dalam Ar Risalah mahupun Al Umm tegas mengatakan bahawa istihsan tanpa dalil tidak dapat diterima bahkan haram dilakukan.
Dalam Ar Risalah Imam Syafie berkata:
“sesungguhnya haram atas seseorang menetapkan sesuatu dengan jalan istihsan, apabila istihsan itu menyalahi hadis. Dan tidak boleh lagi seseorang mengatakan: ‘saya beristihsan tidak menggunakan qiyas’. Andaikata kita boleh mengenepikan qiyas, bolehlah bagi ahli-ahli akal dari orang yang tidak mempunyai ilmu mengatakan sesuatu yang tidak ada hadis terhadapnya dengan menggunakan dasar istihsan. Istihsan itu sebenarnya hanya mencari enak sahaja” .( Abdul Wahhab Khallaf,1984).
 Dalam kitab Ibtal al-Istihsan,Imam Syafie menerangkan dalil-dalil yang menegaskan bahawa para mufti tidak boleh berfatwa dengan istihsan, kerana kalu berfatwa dengan istihsan bererti dia telah menyimpang dari Al-Quran dan Sunnah, al-ijmak dan qiyas.Dan bererti dia mengikuti pendapatnya sendiri.
 Dalam masalah ini Daud Ibn Ali menyetujui pendapat Imam Syafie, sebagaimana ulama -ulama Hanbaliyah menyetujui fahaman Imam Abu Hanifah dan Imam Malik.
Dalam kitab Risalah Al Usul, Daud menegaskan:
“Sesungguhnya menetapkan sesuatu dengan qiyas tidak wajib, dan menggunakan istihsan tidak boleh”.
Shafiyuddin Al Baghdadi dalam kitabnya Qawa’idal Usul dan Ibnu Qadamah Al Maqdisi dalam kitabnya Raudhatun Nazhir menyatakan bahawa Imam Ahmad ibn Hanbal bersetuju dengan pandangan Imam Abu Hanifah dalam masalah ini.
Demikianlah perkembangan dalam fase pertama tentang kedudukan istihsan. Satu pihak menggunakan istihsan untuk sesuatu hukum yang mereka kehendaki walaupun mereka belum dapat menernagkan hakikat sebenar istihsan dan satu pihak yang lain menolak dari menggunakan istihsan dengan alasan bahawa istihsan adalah menurut fikiran semata-mata.Sesudah masa membuat dalil bagi dasar-dasar yang digunakan selepas zaman Imam Syafie, barulah tokoh-tokoh fiqh mazhab Hanafi membuat pentakrifan istihsan dan menerangkan hakikat yang sebenarnya yang mereka ungkapkan dari cabang-cabang hukum yang dinukilkan daripada imam.Namun demikian, pentakrifan yang telah dibuat masih tidak dapat melepaskan istihsan dari arena perselisihan.

D. CONTOH ISTIHSAN ULAMA HANAFI
Antara contoh penggunaan istihsan menurut ulamak Hanafiah terbahagi kepada dua iaitu:
Ø  Istihsan yang dalilnya qiyas khafiy
Ø  Istihsan yang pemgecualian dalilnya adalah maslahah
Istihsan Yang Dalilnya Qiyas Khafiy.
Contohnya adalah seperti berikut :
 Wanita berhaid harus membaca Al-Quran berdasarkan istihsan dan haram berdasarkan al-Qiyas. Pengharamannya berdasarkan kepada al-Qiyas, kerana ianya di qiyaskan dengan orang yang berjima’ yang mana Illah ( sebabnya) sama iaitu kedua-duanya sama dalam keadaan tidak suci dan diharamkan membaca al-Quran. Walaubagaimanapun, hukumnya adalah harus bagi seorang perempuan yang dalam keadaan haid untuk membaca Al-Quran berdasarkan istihsan. Ini kerana haid dan berjima’ tidak sama dari sudut waktu. Masa haid lama manakala masa berjima’ adalah sekejap. Oleh itu wanita yang dalam keadaan haid diharuskan membaca Al-Quran, jika tidak beerti dalam tempoh haid yang lama itu ia tidak dapat beibadat dengan membaca Al-Quran, sedangkan lelaki dapat membacanya sepanjang masa.
 Menurut ulama’ Hanafiah dan menurut al-Qiyas terang ( jaliy ), sisa burung helang adalah najis dan haram, kerana ia diqiyaskan dengan sisa binatang buas yang lain, seperti harimau dan serigala. Berdasarkan dagingnya haram dimakan. Menurut Istihsan pula, sisa burung helang dan burung penyambar yang lain tidak najis, kerana binatang tersebut makan dan minum menggunakan paruh dan ia adalah suci apabila diqiyaskan dengan mulut manusia yang bersih. Oleh itu, walaupun dagingnya haram dimakan tetapi air liur yang keluar daripada dagingnya tidak bercampur dengan sisa makanan yang dimakannya kerana ia minum dengan menggunakan paruh bukan lidah.
Walaubagaimanapun, sisa binatang buas tetap haram menurut istihsan dan al-Qiyas kerana ia minum dengan menggunakan lidah yang bercampur dengan air liur yang najis.
Istihsan Yang Pengecualian Dalilnya Adalah Maslahah.
Contohnya adalah seperti berikut :      
 Hukum syarak menegah melakukan akad atau jual beli terhadap barangan yang tidak ada waktu akad. Berdasarkan Istihsan, harus akad pada jual beli saham, sewa menyewa, upah mengupah atau membuat tempahan atau semua bentuk urusan barangan yang tiada pada waktu akad. Hujah dan alasan penggunaan istihsan adalah kerana manusia memerlukan dan sudah menjadi kebiasaan mereka menjalankan urusan dengan cara tersebut. Ulama’ menetapkan orang bodoh ( safih ) tidak sah tasarruf atau tabarrru’ yang berkaitan dengan harta milik mereka. Namun begitu, istihsan mengharuskan dan mengecualikan mereka tasarruf dengan mewakafkan harta untuk diri mereka sewaktu mereka hidup.Penggunaan Istihsan ialah atas dasar menjaga harta mereka daripada habis dan dibelanjakan dengan sia-sia.( Abdul Latif Muda : 1997 )











REFERENSI

Asy-Syurbasi,Ahmad. 1991. Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab
           Jakarta:PT Bumi Aksara.
Abdullah,farid dan Labib Mz.1998.kisah Kehidupan Para Sufi Terkemuka.     
           Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
Iqbal,Muhammad.2006.pedoman Ringkas Tentang Islam.Jakarta: Harapan Baru  
           Raya.
Syukur,syarmin. 1993. Sumber-sumber Hukum Islam. Surabaya:usaha offset    
            printing.
http://Ikhtisan Abu Hanifah.com